Caraku mencintaimu

Malam ini terasa begitu sepi terlebih setelah aku mendengar bahwa kau mencintai dia. Apa yang harus kulakukan? Sebagai seorang sahabat yang baik, saat ini harusnya aku tersenyum bahagia, namun hati ini lebih memilih sebagai seorang wanita yang mencintaimu diam-diam.

Semua orang mengatakan sangat mustahil bagi pria dan wanita untuk bersahabat. tapi aku sangat yakin dengan hatiku yang akan hanya terus melihatmu hanya sebagai seorang sahabat, namun aku tidak terlalu mengenal hatiku sendiri. Aku terjatuh dalam rasa mustahil itu. Aku mencintaimu bukan hanya menyukaimu. Aku menyayangimu, bukan hanya mengagumi…

Ini salahku, salahku mengenalmu, salahku yang tidak mengenal baik hatiku, salahku yang membiarkan kau menjadi bagian terpenting hidupku, salahku mencintaimu yang ku tahu kau hanya melihatku sebagai sahabat…

***********************

Pagi ini aku melangkahkan kaki ke telp umum terjauh dari rumah. Aku takut jika ada seseorang yang kukenal mendengar pembicaraanku di telp. Jantungku berdegup begitu keras, hingga kurasa ia akan melompat keluar atau berhenti seketika. Ah, apa aku sudah gila, pikirku, meletakkan kembali gagang telp ke tempatnya. Aku berputar-putar sambil menggigit kukuku seperti yang biasa kulakukan ketika aku gugup atau takut. Tidak! Tekadku sudah bulat. Aku harus melakukan ini atau aku menyesal seumur hidupku. Sudahlah, untuk apa aku berpikir lagi, toh sebanyak dan sekeras apapun aku berpikir hasilnya akan sama. Ini soal HATI! Soal perasaan. Aku tidak mungkin mengubah dan memaksakan hati seseorang. Aku harus melakukannya. Ini kesempatan terakhirku untuk menunjukkan cintaku pada orang yang sangat berarti bagiku dengan caraku.

********* ****
Telp itu berdering. Terdengar suara lembut diujung sana. Ah, betapa bodohnya aku karena cinta. Betapa gilanya aku. Tapi percuma, dia sudah mendengar suaraku, akan lebih tampak sangat konyol dan memalukan jika kututup telp ini begitu saja.

” Hai, Ini Andrea. Rea.”
“Oh, hai Re. Tumben lu telp g? Ada apa? Aneh banget…” Ah, tuh kan kelihatan aneh dan ga jelas gitu.
” Hehehe… Iyah, emang aneh. Apa g tutup aja yah telpnya? ” Lho, koq tambah aneh…. Matilah gua…
“Hahahaha… Ga lah, becanda. Kenapa Re?”
“Hmmm…. Ga si, cuma g denger lu uda putus ya?” Kataku sedikit terbata…
“Ah, g tau ini bukan urusan g, cuma…”
Kataku lagi berusaha melanjutkan tapi kata-kata itu terasa hanya di tenggorokan.
“Emang bukan urusan lu. Trs kenapa lu telp g?” Jawabnya tiba2 menjadi ketus
” Sorry-sorry, g bukan mau bikin lu tersinggung atau inget-inget masalah ini. Tapi g mst ngomong ini ke lu.”
“Apa? Bukannya lu puas?”
“Ga, g ga pernah berharap kaya gini. Justru itu sekarang g telp lu.”
“Oh ya? Ga pernah berharap? Lalu?”
” G mau lu balikan sama dia. Dia cinta banget sama lu dan sekarang dia lagi desperate banget gara-gara kehilangan elu. Plis sekali ini denger kata-kata g.”
“Oh ya? Kenapa g harus percaya?”
“Karena hanya ini yang bisa g lakuin. Dan ini yang terakhir. G yakin Nad, lu bisa bahagian Rio, karena yang Rio butuh itu lu.”

Tut…tut… Tut…

**************

“Oi Rea… Sini..sini..”
“Hey la, uda lama?”
” Iya, lu lama banget. Eh, bukannya itu Rio? Koq sama Nadia lagi? Bukannya uda putus tuh kemaren?”
Aku hanya menggeleng dan mengangkat bahu sebagai jawabanku untuk Lala. Sepintas aku melirik pada mereka yang tersenyum bahagia diujung sana. Yah, ini caraku mencintaimu, Rio, sahabat dan wanita yang diam-diam mencintaimu.